MENGARAHKAN DAN MEMBIMBING SISWA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas,
diantaranyayaitu learning disorder, learning disfunction, underachiever, slow
learner, dan learning diasbilities. Siswa yang mengalami kesulitan belajar
seperti tergolong dalam pengertian di atas akan tampak dari berbagai gejala
yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif,
konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala
kesulitan belajar, antara lain :
- Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
- Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah
- Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
- Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
- Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
1.
Tujuan pendidikan
Dalam keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan
merupakan salah satu komponen pendidikan yang penting, karena akan memberikan
arah proses kegiatan pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan
pembelajaran diarahkan guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat
mencapai target tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang
berhasil. Sedangkan, apabila siswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut
dapat dikatakan mengalami kesulitan belajar. Untuk menandai mereka yang
mendapat hambatan pencapaian tujuan pembelajaran, maka sebelum proses belajar
dimulai, tujuan harus dirumuskan secara jelas dan operasional. Selanjutnya,
hasil belajar yang dicapai dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan
tersebut. Secara statistik, berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan
berhasil jika siswa telah dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh
tujuan yang harus dicapai. Namun jika menggunakan konsep pembelajaran tuntas
(mastery learning) dengan menggunakan penilaian acuan patokan, seseorang
dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila telah menguasai standar minimal
ketuntasan yang telah ditentukan sebelumnya atau sekarang lazim disebut
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di
bawah kriteria minimal maka siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam
belajar. Teknik yang dapat digunakan ialah dengan cara menganalisis prestasi
belajar dalam bentuk nilai hasil belajar.
2.
Kedudukan dalam Kelompok
Kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya akan menjadi
ukuran dalam pencapaian hasil belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan
belajar, apabila memperoleh prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata
kelompok secara keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8,
siswa yang mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan
belajar. Dengan demikian, nilai yang dicapai seorang akan memberikan arti yang
lebih jelas setelah dibandingkan dengan prestasi yang lain dalam kelompoknya.
Dengan norma ini, guru akan dapat menandai siswa-siswa yang diperkirakan
mendapat kesulitan belajar, yaitu siswa yang mendapat prestasi di bawah
prestasi kelompok secara keseluruhan.
3.
Perbandingan antara potensi dan prestasi
Prestasi belajar yang dicapai seorang siswa akan tergantung
dari tingkat potensinya, baik yang berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang
berpotensi tinggi cenderung dan seyogyanya dapat memperoleh prestasi belajar
yang tinggi pula. Sebaliknya, siswa yang memiliki potensi yang rendah cenderung
untuk memperoleh prestasi belajar yang rendah pula. Dengan membandingkan antara
potensi dengan prestasi belajar yang dicapainya kita dapat memperkirakan sampai
sejauhmana dapat merealisasikan potensi yang dimikinya. Siswa dikatakan
mengalami kesulitan belajar, apabila prestasi yang dicapainya tidak sesuai
dengan potensi yang dimilikinya. Misalkan, seorang siswa setelah mengikuti
pemeriksaan psikologis diketahui memiliki tingkat kecerdasan (IQ) sebesar 120,
termasuk kategori cerdas dalam skala Simon & Binnet. Namun ternyata hasil
belajarnya hanya mendapat nilai angka 6, yang seharusnya dengan tingkat
kecerdasan yang dimikinya dia paling tidak dia bisa memperoleh angka 8. Contoh
di atas menggambarkan adanya gejala kesulitan belajar, yang biasa disebut
dengan istilah underachiever.
4.
Kepribadian
Setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan
dalam aspek kepribadian. Siswa yang berhasil dalam belajar akan menunjukkan
pola-pola kepribadian tertentu, sesuai dengan tujuan yang tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan. Siswa diakatan mengalami kesulitan belajar, apabila
menunjukkan pola-pola perilaku atau kepribadian yang menyimpang dari
seharusnya, seperti : acuh tak acuh, melalaikan tugas, sering membolos,
menentang, isolated, motivasi lemah, emosi yang tidak seimbang dan sebagainya.
B.
Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa
yang mengalami kesulitan dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan
belajar dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut
1.
Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa
yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin
Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan
untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni
:
- Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan.
- Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
- Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
2.
Identifikasi Masalah
Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk
melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM).
Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi
siswa, seputar aspek, jasmani dan kesehatan, diri pribadi, hubungan social,
ekonomi dan keuangan, karier dan pekerjaan, pendidikan dan pelajaran, agama,
nilai dan moral, hubungan muda-mudi, keadaan dan hubungan keluarga, dan waktu
senggang.
3.
Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya yang dilakukan untuk menemukan
faktor-faktor penyebab timbulnya masalah-masaalah siswa. Dalam konteks Proses
Belajar Mengajar faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan belajar siswa, bisa
dilihat dari segi input, proses, ataupun, out put belajarnya. W.H. Burton membagi
ke dalam dua bagian factor-faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau
kegagalan belajar siswa, yaitu :
a.
Faktor internal; faktor yang
besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan
kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi
psikis lainnya.
b.
Faktor eksternal, seperti :
lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan
lingkungan sosial dan sejenisnya.
4.
Prognosis
Langkah in dilakukan untuk memperkirakan apakah masalah yang
dialami siswa masih mampu untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif
pemecahannya, hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan
menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil
keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi
kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama
menangani kasus-kasus yang dihadapi setiap siswa.
5.
Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)
Apabila sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan
dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan
kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat
dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika
permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih luas maka
selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi
kepada ahli yang lebih kompeten.
6.
Evaluasi dan Follow Up
Berkenaan dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas telah
memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan belajar, yaitu :
- Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh siswa berkaitan dengan masalah yang dibahas;
- Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan
- Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.
Pada waktu itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003)
mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang
telah diberikan, yaitu apabila:
- Siswa telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi.
- Siswa telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.
- Siswa telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance).
- Siswa telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).
- Siswa telah menurun penentangan terhadap lingkungannya
- Siswa mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.
- Siswa telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya
REFERENSI :
Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah,(1995), Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Umum (SMU) Buku IV, Jakarta : IPBIWinkel, W.S. (1991), Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta: Gramedi
Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah,(1995), Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Umum (SMU) Buku IV, Jakarta : IPBIWinkel, W.S. (1991), Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta: Gramedi
Best Betting Sites in India - Free Baccarat Baccarat - FEBCASINO
ردحذفBest Betting Sites in India · Bet365 인카지노 – Best Betting Site in India · Betway – 더킹카지노 Best For Live Betting · Ladbrokes 바카라사이트 – Best For Racing Betting · MyBookie – Best For