Kriteria kesulitan belajar
Untuk dapat
menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami kesulitan
belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan
kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami
kesulitan belajar. Terdapat empat ukuran dapat menentukan kegagalan atau
kemajuan belajar siswa: (1) tujuan pendidikan; (2) kedudukan dalam kelompok;
(3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi; dan (4)
kepribadian.
1. Tujuan
pendidikan
Dalam
keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen
pendidikan yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan
pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran diarahkan
guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat mencapai target
tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang berhasil. Sedangkan,
apabila siswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dikatakan
mengalami kesulitan belajar. Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan
pencapaian tujuan pembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan
harus dirumuskan secara jelas dan operasional. Selanjutnya, hasil belajar yang
dicapai dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan tersebut.Secara statistik,
berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan berhasil jika siswa telah
dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang harus dicapai.
Namun jika
menggunakan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan menggunakan
penilaian acuan patokan, seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar
apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan yang telah ditentukan
sebelumnya atau sekarang lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM).Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah kriteria minimal maka
siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar. Teknik yang dapat
digunakan ialah dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai
hasil belajar.
2. Kedudukan
dalam Kelompok
Kedudukan
seorang siswa dalam kelompoknya akan menjadi ukuran dalam pencapaian hasil
belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila memperoleh
prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata kelompok secara
keseluruhan.Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8, siswa yang
mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
Dengan
demikian, nilai yang dicapai seorang akan memberikan arti yang lebih jelas
setelah dibandingkan dengan prestasi yang lain dalam kelompoknya. Dengan norma
ini, guru akan dapat menandai siswa-siswa yang diperkirakan mendapat kesulitan
belajar, yaitu siswa yang mendapat prestasi di bawah prestasi kelompok secara
keseluruhan.
Secara
statistik, mereka yang diperkirakan mengalami kesulitan adalah mereka yang
menduduki 25 % di bawah urutan kelompok, yang biasa disebut dengan lower
group.Dengan teknik ini, kita mengurutkan siswa berdasarkan nilai nilai yang
dicapainya.dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah, sehingga siswa
mendapat nomor urut prestasi (ranking). Mereka yang menduduki posisi 25 % di
bawah diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Teknik lain ialah dengan
membandingkan prestasi belajar setiap siswa dengan prestasi rata-rata kelompok.
Siswa yang mendapat prestasi di bawah rata – rata kelompok diperkirakan pula
mengalami kesulitan belajar.
3. Perbandingan
antara potensi dan prestasi
Prestasi
belajar yang dicapai seorang siswa akan tergantung dari tingkat potensinya,
baik yang berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang berpotensi tinggi
cenderung dan seyogyanya dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi
pula.Sebaliknya, siswa yang memiliki potensi yang rendah cenderung untuk
memperoleh prestasi belajar yang rendah pula.Dengan membandingkan antara
potensi dengan prestasi belajar yang dicapainya kita dapat memperkirakan sampai
sejauhmana dapat merealisasikan potensi yang dimikinya.
Siswa
dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila prestasi yang dicapainya tidak
sesuai dengan potensi yang dimilikinya.Misalkan, seorang siswa setelah
mengikuti pemeriksaan psikologis diketahui memiliki tingkat kecerdasan (IQ)
sebesar 120, termasuk kategori cerdas dalam skala Simon & Binnet.Namun
ternyata hasil belajarnya hanya mendapat nilai angka 6, yang seharusnya dengan
tingkat kecerdasan yang dimikinya dia paling tidak dia bisa memperoleh angka
8.Contoh di atas menggambarkan adanya gejala kesulitan belajar, yang biasa
disebut dengan istilah underachiever.
4. Kepribadian
Hasil
belajar yang dicapai oleh seseorang akan tercerminkan dalam seluruh kepribadiannya.
Setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam aspek
kepribadian. Siswa yang berhasil dalam belajar akan menunjukkan pola-pola
kepribadian tertentu, sesuai dengan tujuan yang tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Siswa diakatan mengalami kesulitan belajar, apabila menunjukkan
pola-pola perilaku atau kepribadian yang menyimpang dari seharusnya, seperti :
acuh tak acuh, melalaikan tugas, sering membolos, menentang, isolated, motivasi
lemah, emosi yang tidak seimbang dan sebagainya.
Siswa yang
mengalami kesulitan belajar akan tampak dari berbagai gejala yang
dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, konatif
maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan
belajar, antara lain :
- Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
- Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah
- Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
- Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
- Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
- Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.
- Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :
- Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
- Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever.
- Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater)
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق